Archive for the 'Pikiranku' Category

RK 1 :: Mendidik dan Mengajar, Sudahkah?


Pendidikan dan pengajaran merupakan dua hal yang berbeda. Mendidik adalah mempersiapkan anak didik untuk mengarungi samudera kehidupan dengan bahagia sejahtera. Arti bahagia dan sejahtera dalam hal ini adalah menjadi manusia yang mampu menjalani dengan baik berkehidupan secara individu, keluarga, bermasyarakat dan bernegara. Cara mendidik seorang anak didik salah satunya adalah melalui proses pengajaran. Pengajaran adalah proses pemberian bekal kepada siswa berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap.

Saat ini, pendidikan kita menjadikan pendidikan karakter dan budi pekerti sebagai salah target sasaran yang harus tertanam pada siswa. Hal tersebut sesuai dengan pemikiran KHD tentang pengertian pendidikan. Bahwa dengan karakter dan budi pekerti yang baik yang akan menjadi bekal hidup bahagia dan sejahtera.  Selain itu pendidikan di Indonesia juga memiliki konten kurikulum yang berisi materi yang terus diperbarui. Sebagaimana KHD pernah menyatakan bahwa materi pengajaran harus up to date, sesuai kodrat alam dan zaman. Materi belajar yang siap menghadapi perkembangan zaman dunia baru tetapi tidak meninggalkan kodrat alam bahwa siswa adalah bagian dari keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.

Di sekolah saya, pendidikan dan pengajaran berlangsung secara simultan. Proses pengajaran lebih terstruktur dengan rapi melalui sebuah rancangan kurikulum yang sudah disusun sekolah. Sedangkan pendidikan karakter secara eksplisit melalui kegiatan-kegiatan siswa yang bisa dikatakan sebagai kurikulum yang tersembunyi (hidden kurikulum).

Sebagai seorang guru, saya merasa sudah melaksanakan pemikiran KHD meskipun dalam kualitas pelaksanaan yang tidak maksimal. Artinya ada ketidakseimbangan porsi pendidikan dan pengajaran yang saya lakukan. Fakta di lapangan bahwa saya lebih focus kepada proses mengajar dengan tuntutan capaian kurikulum yang sudah ditentukan dan disepakati. Sedangkan perhatian kepada pendidikan karakter siswa kurang terstruktur perencanaannya, sehingga meskipun sudah saya lakukan, tetapi itu bersifat sporadis atau temporer.

Kondisi saya di sekolah tersebut jika dikaitkan dengan kemerdekaan dalam menjalankan aktifitas sebagai guru, maka hal yang saya alami masih belum menjalani kemerdekaan tersebut. Hal tersebut dikarenakan segala konten materi yang menjadi tuntutan kurikulum masih menjadi tujuan utama dalam pendidikan di sekolah.

Setelah mempelajari modul ini saya berharap:

–    Saya bisa melaksanakan tugas sebagai guru dengan seimbang antara pendidikan dan pengajaran.

–    Saya bisa menjadi guru yang merdeka dalam mendidik dan mengajar.

Setelah mempelajari modul ini saya memiliki harapan murid-murid saya:

–  Bisa menjadi siswa yang memiliki bekal utuh yaitu karakter dan budi pekerti serta ilmu pengetahuan dan keterampilan hidup.

–  Menjadi pembelajar yang mandiri

Kegiatan dan materi yang saya harapkan pada kegiatan belajar ini adalah Ada diskusi yang mengungkap pemikiran dasar KHD tentang pendidikan dan pengajaran sehingga dapat saya gunakan untuk pengetahuan baru saya yang akan saya jadikan paradigm dalam menjalani tugas sebagai guru.Thursday, 19 May 2022, 11:55 PM

Pembelajaran Berdifferensiasi [Koneksi Antar Materi – Modul 2.1 PGP]

Ki Hajar Dewantara menyampaikan bahwa setiap anak adalah unik dan memiliki kodratnya masing-masing. Oleh sebab itu sebagai guru, kita harus menuntun mereka sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya. Sebagaimana analogi benih yang ditanam oleh petani, tugas guru adalah menyediakan lingkungan belajar yang kondusif yang berbudaya positif, dan proses belajar yang menghamba pada anak, dan menyadari akan potensi keunikan masing-masing anak yang dilaksanakan melalui pembelajaran berdiferensiasi.

Pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang mengakomodasi keunikan masing-masing anak. Keunikan anak yang dipertimangkan adalah keragaman kesiapan belajar, minat dan profil belajar murid.
Bentuk akomodasi terhadap keragaman murid tersebut adalah melakukan diferensiasi konten, proses dan produk. Selain itu proses pembelajaran diferensiasi juga akan diasses melalui tiga ragam assesment yaitu assesmen for learning, assesmen of learning dan assesmen as learning. ketiga assesment tersebut terwujud dalam penilaian sumatif dan formatif.

Bagaimana mendiferensiasikan konten?
Dengan melihat kesiapan belajar murid, minat dan profil belajar murid kita bisa memberikan konten sesuai dengan kondisi murid. Misalnya dengan memberikan variasi sumber konten (teks, video, audio) variasi kedalaman konten (artikel populer, jurnal ilmiah), variasi waktu belajar murid dan lain-lain.

Bagaimana mendiferensiasikan proses?

Dengan melihat ketiga latar belakang murid tersebut, kita bisa merancang proses belajar yang bervariasi. Misalnya untuk mencapai sebuah tujuan pembelajaran kita bisa membuat variasi kegiatan yang dilakukan murid. sebagai contoh: melalui praktikum, melalui kajian pustaka, atau melalui analisis video kuliah / seminar.

Bagaimana mendiferensiasikan Produk?

Dengan mempertimbangkan keragaman latar belakang murid berdasarkan kesiapan belajar, minat dan profil belajar, kita bisa memberikan tagihan siswa sebagai produk belajar yang bervariasi. Misalnya tagihan siswa untuk sebuah tujuan pembelajaran bisa dalam bentuk laporan ilmiah, puisi, cerita, gambar/poster, film pendek, animasi dan lain-lain.

Bagaimana mendiferensiasikan assesmen?

Dengan memvariasikan assesmen baik ketika proses belajar ataupun ketika selesai belajar. Selain itu juga bisa dengan melibatkan siswa untuk melakukan assesmen terhadap hasil belajar selama proses ataupun setelah belajar. Variasi Assesmen ini dikenal dengan assesmen for learning (penilaian ketika proses belajar), Assesmen of learning (penilaian ketika setelah selesai belajar) dan assesmen as learning (ketika selesai belajar dengan melibatkan siswa untuk mengasses.






Budaya Positif [Koneksi Antar Materi]

Muhammad Shobirin
CGP Angkatan 5

Mengambil Peran dalam Upaya Menumbuhkan Budaya Disiplin Positif

Setelah mempelajari modul 1.4 tentang budaya positif di sekolah saya menjalankan peran sebagai guru yang betindak sebagai Pamong. Hal ini saya dasarkan bahwa sebagai guru yang bertugas menuntun siswa mencapai manusia merdeka sesuai kodrat alam dan kodrat zamannya. Sebagai Guru Penggerak yang memiliki nilai, yaitu berpihak pada murid, saya memperlakukan siswa dalam proses pembelajaran sebagai manusia yang memiliki potensi dan kecenderungan belajar yang berbeda-beda. Dengan dasar berpikir tersebut saya melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang selama ini saya lakukan, dan kemudian berinovasi untuk  melaksanakan proses pembelajaran berdiferensiasi yang cocok untuk maksimalkan potensi masing-masing anak tersebut. Dalam mengelola kelas saya menjalankan posisi sebagai manajer yang menggali potensi positif (Inkuiri Apresiatif) yang dimiliki kelas dan membantu untuk menyusun keyakinan kelas yang berpijak pada Nilai kebajikan universal demi tercapainya lingkungan kelas yang nyaman dan menjadi  “tempat persemaian terbaik siswa” sehingga tujuan pendidikan menjadikan siswa yang merdeka dengan memiliki karakter profil pelajar pancasila akan tercapai.

Refleksi Pemahaman Saya tentang Materi Budaya Positif.

Disiplin Positif adalah disiplin diri sehingga berperilaku dengan mengacu pada kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik.

Teori kontrol memberikan saya pemahaman baru bahwa selama ini makna kontrol terhadap siswa (orang lain) yang saya pahami adalah kesalahan (hanya sebuah ilusi). Teori perubahan perilaku dari Pavlov yang menggunakan paradigma Stimulus-Respon yang selama ini saya pahami dan mendasari apa yang saya lakukan, kemudian berusaha saya ganti dengan pendekatan Teori kontrol yang menyadarkan saya bahwa Kontrol terhadap seseorang berada pada diri diri orang tersebut, bukan pada orang lain. Sehingga saya lebih bisa melihat sebuah kesalahan yang dilakukan oleh seorang murid bukan sebagai sebuah hasil dari perilaku buruk, melainkan sebagai perilaku yang bisa kita gali alasah / tujuan perilaku tersebut dilakukan oleh seorang murid. Sehingga saya bisa memberikan pilihan-pilihan kepada siswa untuk berubah menunjukkan perilaku baik melalui kolaborasi dan konsentrasi bersama untuk menemukan win-win solusi, sama-sama merasa menang atas pengambilan solusi dari permasalahan.

Motivasi perilaku manusia ada tiga hal,

  1. Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman (motivasi eksternal)
  2. Untuk mendapatkan imbalan (motivasi eksternal.
  3. Untuk menjadi orang yang diinginkan, dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang dipercayai (motivasi internal, tujuan disiplin positif).

Hukuman dan konsekuensi menjadi sebuah tindakan dari sebuah pelanggaran terhadap peraturan. Dalam definisi disiplin positif, sebuah hukuman akan menjadikan siswa membentuk identitas gagal, sedangkan konsekuensi akan membentuk identitas sukses.  

Posisi kontrol guru dalam melakukan kontrol terhadap siswa yaitu:

  1. Sebagai Penghukum. ciri utama guru yang mengambil posisi ini adalah merasa bahwa cara yang diyakini guru adalah satu-satunya yang paling benar. Efek dari pengambilan posisi kontrol ini adalah membuat siswa tidak menjadi sadar akan kesalahan yang dilakukan tetapi menjadi pemarah dan pendendam.
  2. Sebagai Pembuat Merasa Bersalah. Posisi kontrol ini berpeluang besar dilakukan oleh guru karena merasa bahwa dengan membuat siswa merasa bersalah siswa akan menjadi sadar akan kesalahannya dan kemudian memperbaikinya. Hal tersebut sepertinya merupakan sesuatu yang baik untuk siswa, akan tetapi efek jangka panjang dari perlakuan tersebut adalah siswa menjadi seorang yang memendam emosi, menahan perasaan yang pada akhirnya bisa seperti bom waktu yang akan meledak setiap saat dengan wujud menyakiti diri sendiri atau bahkan orang lain,
  3. Sebagai Teman, adalah posisi kontrol yang tidak akan menyakiti murid. Guru mengontrol siswa dengan menggunakan bahasa persuasi. Dampak positif pemosisian kontrol ini adalah akan terjalin hubungan akrab dan harmonis antara guru dan murid. akan tetapi dampak negatif yang muncul dari posisi kontrol ini adalah murid akan memiliki ketergantungan yang besar terhadap guru setiap menemui masalah.
  4. Sebagai Pemantau, seorang guru yang mengambil posisi kontrol ini akan mengandalkan Peraturan diatas segalanya. Seorang pemantau akan menggunakan peraturan sebagai stimulus yang akan memunculkan respon. Guru menjadi pengawal peraturan dan siswa menjadi objek dari peraturan tersebut. Jika terjadi pelangggaran terhadap peraturan tersebut, baik guru dan siswa akan sama-sama mengalami kerugian. Siswa harus diberi sanksi dan guru harus memberi sanksi. Baik guru ataupun siswa harus meluangkan waktu untuk menjalaninya.
  5. Sebagai manajer. Guru tidak sendiri dalam melaksanakan keyakinan kelas. Guru dan murid bersama-sama menemukan solusi atas permasalahan yang terjadi. Sebagai manajer guru mengajak murid untuk menganalisis kebutuhan dirinya, maupun kebutuhan orang lain. Disini penekanan bukan pada kemampuan membuat konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan murid bagaimana memperbaiki kesalahan yang ada.

Lima Kebutuhan Dasar Manusia

  1. Kebutuhan bertahan hidup
  2. Kebutuhan untuk diterima – Kasih sayang
  3. Kebutuhan pengakuan atas kemampuan (Penguasaan)
  4. Kebutuhan kebebasan memilih
  5. Kebutuhan untuk merasa senang

Untuk dapat memulai perubahan positif yang kita perlukan adalah mengidentifikasi kebutuhan apa yang mendorong perilaku kita. Kemudian setelah teridentifikasi kebutuhan dasar yang memotivasi kita, dilanjutkan dengan mencari solusi untuk memenuhi kebutuhan tertentu dengan cara yang positif.

Keyakinan Kelas adalah sebuah kesepakatan nilai yang menjadi tujuan peraturan di dalam kelas. Keyakinan kelas adalah suatu hal penting yang harus dimiliki oleh kelas k sebagai fondasi dan arah tujuan sebuah sekolah/kelas, yang akan menjadi landasan dalam memecahkan konflik atau permasalahan di dalam sebuah sekolah/kelas.

Segitiga Restitusi

Restitusi sebagai salah satu cara menanamkan disiplin positif pada murid sebagai bagian dari budaya positif di sekolah mempunyai tiga langkah yang dikenal dengan segitiga restistusi.

Tiga langkah tersebut adalah:

  1. Sisi 1. Menstabilkan Identitas (Stabilize the Identity)
  2. Sisi 2. Validasi Tindakan yang Salah (Validate the Misbehavior)
  3. Sisi 3. Menanyakan Keyakinan (Seek the Belief)
    Meskipun proses restitusi tidak bisa secepat memberi hukuman atau menagih konsekuensi, akan tetapi Jika guru sudah menerapkan segitiga restitusi dalam membimbing murid berdisiplin positif, profil murid yang merdeka akan menjadi harapan yang terang dimasa depan.

Setelah mempelajari materi-materi tersebut, perubahan yang terjadi pada cara berpikir saya dalam menciptakan budaya positif antara lain,

Sebelumnya saya berpikir bahwa disiplin identik dengan sikap keras, setelah saya mempelajari modul ini saya menyadari bahwa keyakinan saya tersebut salah. Disiplin positif bukanlah sebuah sikap keras, akan tetapi upaya menyadarkan siswa dengan motivasi intrinsik tentang kontrol diri untuk memilih dan bertanggung jawab atas tindakan yang mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal.

Sebelum mempelajari modul ini saya berpikir bahwa siswa yang telah menjalani hukuman atau menerima konsekuensi dari kesalahan yang diperbuat akan menjadi siswa yang jera dan tidak akan melakukan kesalahan lagi di masa yang akan datang. Pemikiran saya tersebut kemudian berubah ketika saya menyadari bahwa hukuman dan konsekuensi tidak akan melahirkan motivasi intrinsik untuk berubah menjadi lebih baik. Dengan melakukan restitusi kepada anak yang melakukan kesalahan akan menumbuhkan motivasi intrinsik mereka untuk berubah laku lebih baik.

Suatu ketika saya menyelesaikan permasalahan siswa yang berkelahi. Sebelum saya mempelajari materi budaya positif, ketika saya menemukan kasus seperti ini, posisi kontrol yang saya ambil adalah sebagai pemantau. Saya akan langsung memberikan sanksi sesuai peraturan sekolah yang berlaku. Ketika saya menangani kasus perkelahian yang kali ini, hal yang saya lakukan adalah merestitusi masing-masing siswa yang berkelahi tersebut dengan tiga langkah segitiga restitusi. Diluar dugaan saya, bahwa ternyata untuk melewati sisi kedua (memvalidasi tindakan yang salah) dibutuhkan waktu yang lama, karena siswa merasa bahwa yang dia lakukan bukanlah sebuah kesalahan. Saya- yang pada awalnya ingin mengambil posisi kontrol manajer, ketika menemui hal tersebut saya beralih posisi menjadi Pembuat merasa bersalah. Hal tersebut secara alamiah terjadi tanpa saya sadari. Akan tetapi ketika saya melakukan restitusi kepada siswa yang kedua, saya sudah bisa mempertahankan sebagai manajer, dengan menggali informasi sebanyak-banyaknya alasan perbuatannya dan mengingatkannya dengan keyakinan kelas.

Saya merasa bahwa selama ini saya melakukan kesalahan dengan memberikan sanksi kepada siswa yang berbuat kesalahan. Ketika saya berhasil merestitusi kedua siswa yang berkelahi tersebut, saya menyadari bahwa pada setiap siswa pasti memiliki sisi yang baik ketika kita bisa berkomunikasi dengan baik, menyadari kebutuhan dasar siswa yang melatar belakangi tindakan, serta mengingatkan nilai-nilai kebajikan universal.

Hal yang sudah sesuai dengan materi budaya positif yang telah saya lakukan pada kasus perkelahian tersebut adalah saya sudah mempraktikkan segitiga restitusi, menggunakan pengetahuan kebutuhan dasar manusia untuk menggali dan memvalidasi tindakan yang salah, serta berusaha memposisikan kontrol sebagai seorang manajer.

Hal yang perlu diperbaiki ketika saya merestitusi kasus perkelahian tersebut adalah upaya mempertahankan posisi kontrol sebagai manajer akan bisa berubah menjadi pembuat merasa bersalah atau pemantau ketika kita tidak menggunakan dasar-dasar pengetahuan tentang Teori Kontrol, Nilai kebajikan universal, Kebutuhan Dasar Manusia dan Motivasi perilaku manusia.

Sebelum mempelajari modul ini yang sering saya lakukan adalah mengambil posisi kontrol sebagai Penghukum, Pembuat merasa bersalah dan Pemantau. Saat itu saya merasa bahwa hal yang saya lakukan adalah tepat karena efek dari hukuman dan sanksi yang saya berikan langsung bisa dilihat bahwa mereka bertanggung jawab atas kesalahan yang telah mereka lakukan.
Setelah mempelajari modul ini saya menjadi sadar bahwa posisi kontrol yang terbaik adalah sebagai manajer. Ketika saya mengambil posisi kontrol sebagai manajer ada harapan motivasi yang tumbuh pada siswa adalah motivasi eksternal sehingga tidak akan melakukan kesalahan-kesalahan lagi yang sama.

Sebelum mempelajari modul ini saya pernah menerapkan segitiga restitusi tetapi tidak utuh 3 langkah. Yang saya lakukan adalah tahap 2 dan 3 dengan mengabaikan tahap 1, yaitu menstabilkan identitas.

Pada modul ini sudah disampaikan proses menciptakan budaya positif dengan objek individu. Menurut saya perlu disampaikan juga materi / teori tentang proses menciptakan budaya positif yang dilakukan terhadap kelompok atau kelas.

Memimpin Perubahan Positif

Menjadi pemimpin membutuhkan mata yang lebih lebar untuk menemukan sisi positif dari lingkungan yang dipimpin, dan kemudian mempersempit pandangan untuk fokus hanya pada sisi positif yang ada, lalu berupaya mengelola kekuatan positif agar kekuatan negatif suatu organisasi tertutupi.

Appreciative Inquiry (AI) is a strengths-based, positive approach to leadership development and organizational change. First developed by David Cooperrider and colleagues at Case Western Reserve University. AI menjadi salah satu model manajemen untuk perubahan sebuah organisasi / komunitas yang menggunakan kekuatan positif yang ada di dalam sebuah sistem.

The AI process will follow four distinct phases, called the 4-D Cycle:

  • Discovery: participants explore “the best of what is,” identifying the organization’s strengths, best practices, and sources of excellence, vitality, and peak performance.
  • Dream: participants envision a future they really want – a future where the organization is fully engaged and successful around its core purpose and strategic objectives.
  • Design: participants leverage the best of what is and their visions for the future to design high-impact strategies that move the organization creatively and decisively in the right direction.
  • Destiny (sometimes also called Deploy): participants put the strategies into action, revising as necessary.

Model ini di Bahasa Indonesiakan menjadi : BAGJA
Buat Pertanyaan
Ambil Pelajaran
Gali Mimpi
Jabarkan Rencana
Atur Eksekusi

Mengikuti langkah-langkah Bagja seperti menaiki tangga setapak demi setapak. Meskipun terkesan pelan-pelan tetapi pasti terjadi proses peningkatan menuju tujuan akhir bersama. Selain dibutuhkan kesadaran yang kuat tentang modal positif yang telah dimiliki, anggota komunitas juga harus memiliki effort untuk meningkatkan pengetahuan baru. Pengetahuan baru tersebut digunakan untuk mendesain aksi tindakan yang diyakini akan memiliki kekuatan untuk mencapai kondisi ideal yang diimpikan. Pemimpin organisasi harus mampu memotivasi anggota agar bisa menemukan “inovasi” langkah aksi tindakan yang diperlukan dari impian yang sudah ditetapkan bersama. Jika sesuatu hal kita lakukan dengan cara yang sama maka naif jika kita berharap hasil yang berbeda. Karena itulah Design menjadi tahapan paling menantang, karena disinilah daya kreatifitas untuk berinovasi dibutuhkan untuk mencapai visi yang tentunya belum tercapai sebelumnya.

BAGJA memiliki keunggulan dapat berfungsi sebagai wahana yang menguatkan hubungan antar manusia. Dari sini kita menyadari bahwa pencapaian visi organisasi tidak akan bernilai jika hubungan antar anggota organisasi menjadi tidak harmonis. Oleh sebab itu upaya pencapaian visi organisasi harus tetap mengedepankan keharmonisan hubungan antar anggota. Perubahan yang tidak sekedar untuk mencapai visi bersama tetapi juga untuk menguatkan hubungan antar manusia dan gotong-royong adalah keunggulan metode BAGJA yang sangat benilai tinggi untuk kelanggengan organisasi.

Ketepatan penyusunan pertanyaan pemandu dalam tahap-tahap Bagja menjadi bagian penting terlaksananya model AI. Dengan meng-ATM pertanyaan pada video tersebut semoga kita bisa menyusun panduan langkah untuk mencapai visi yang telah kita susun.

Profil Pelajar Pancasila: Nilai Siswa yang Merdeka

Profil Pelajar Pancasila sebagai sebuah model siswa yang merdeka yang memiliki nilai-nilai berjumlah 6 dimensi karakter yang memuat relasi siswa sebagai individu yang memiliki relasi harmonis antara Tuhan, alam dan manusia (sosial). Profil Pelajar Pancasila mengandung enam dimensi yang kesemuanya berakar pada falsafah Pancasila: (1) Beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia; (2) Mandiri; (3) Bergotong-royong; (4) Berkebinekaan global; (5) Bernalar kritis; (6) Kreatif. Keenam dimensi karakter inilah nilai yang harus diinternalisasi ke siswa untuk menuju tujuan pendidikan Siswa yang Merdeka.

Arti Merdeka Sebagai Pilihan Hidup

Merdeka sebagai tujuan pendidikan anak, dalam pemikiran KHD adalah adalah anak secara sadar (berdaya) memilih tujuan hidupnya yaitu: keselamatan dan kebahagiaan.
Apakah ada anak yang memiliki tujuan hidup tidak demikian?
Sepertinya kita akan menjawab tidak ada. Betul. Itu adalah pikiran kita sebagai orang dewasa. Pada faktanya, kita akan tahu ada gerombolan anak punk yang antisosial di jalanan. Artinya anak pada salah satu stage perkembangan psikososial perlu tuntunan dari orang dewasa untuk menentukan bahwa keselamatan dan kebahagiaan yang sesuai nilai-nilai manusia yang harus dijadikan tujuan hidup. Inilah yang dimaksud anak Berdaya dalam Memilih.
Untuk mencapai hal tersebut peran pendidikan adalah menuntun siswa menggunakan kodrat terkuatnya dengan menjadi individu yang harmonis berrelasi dengan Tuhan, Alam dan Manusia (lainnya).

Tuntunan yang diberikan guru kepada anak terkait “anak harus memilih kemerdekaan sebagai pilihan hidup” tidaklah mudah. Untuk menginternalisasikan tuntunan tersebut dibutuhkan motivasi kepada anak agar kemerdekaan menjadi tujuan hidup.
Motivasi yang kuat adalah motivasi yang berasal dari dalam diri anak tersebut (motivasi intrinsik). Cara untuk menumbuhkan motivasi intrinsik tersebut adalah melalui rancangan suasana dan kegiatan pembelajaran yang kondusif.  Suasana belajar dan proses pembelajaran yang disediakan harus dapat membuat anak senantiasa: merasa kompeten (mampu, dapat, cakap), merasa saling-terhubung (kebutuhan sosial yang diusahakan oleh individu untuk membangun hubungan dengan sesamanya), dan merasa otonom (mandiri, merdeka). 

Bahaya Trauma Masa Lalu

Bagaimana Bapak/Ibu memahami cara kerja otak, 5 kebutuhan dasar manusia, tahap tumbuh-kembang anak berserta pengaruhnya pada pembentukan kebiasaan dan nilai-nilai hidup manusia? Mengapa demikian?

Kita harus menyengaja mengaktifkan otak luhur yang bekerja dengan cara lambat untuk “bergerak” mengantarkan anak-anak memenuhi 5 kebutuhan dasar manusia. Dalam upaya memenuhi 5 kebutuhan dasar manusia tersebut kita harus memperhatikan “berada di level manakah tumbuh-kembang anak”.

Jika kebutuhan dasar manusia tidak terpenuhi maka anak akan melakukan hal negatif sesuai level perkembangan anak. Jika itu terjadi maka akan tertanam dalam memori anak pengalaman negatif tersebut dan akan menjadi trauma di masa yang akan datang. Trauma masa kini yang diakibatkan pengalaman negatif di masa lalu akan terekspresi menjadi pembiasaan dan akhirnya menjadi perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai hidup manusia. vice versa.

Memberi Teladan untuk Meraih Loyalitas

Berdasarkan teori psikososial Erikson, murid-murid saya berada pada tahap 5. Saya kira sangat mungkin ada kasus anak mengalami perkembangan yang tidak sempurna pada fase perkembangan sebelumnya. Banyak kasus siswa saya merasa inferior, sehingga tidak memiliki impian masa depan yang jauh lebih baik.
Ketika mendapati fakta ini, maka Saya harus menuntun mereka menyelesaikan tahap perkembangan ke 4, dengan memberikan pengalaman-pengalaman yang menumbuhkan self esteem. Setelah itu saya baru bisa menstimulasi perkembangan tahap 5.

Bagi siswa yang sudah berkembang psikososialnya dengan baik, maka yang perlu saya lakukan adalah menaklukkan hati untk merebut loyalitas mereka dengan memberikan teladan kepribadian. Ketika saya sudah menjadi role model bagi mereka, maka saya akan menuntun mereka untuk memperkuat identitas pribadi masing-masing siswa yang pada saat itu memang sedang krisis identitas (kebingungan peran).

Wiraga – Wirama, Pintu mana yang kau tuju?

A.3. Tahap tumbuh kembang anak – Wiraga-wirama Ki Hadjar Dewantara

Setelah kita yakin tetap “bergerak” untuk mengantar anak menuju : Merdeka, sekarang dari mana kita masuk dunia anak yang akan kita tuntun menuju kebutuhan dasar tertinggi tersebut. Jika murid saya level SMA adalah berada pada stage 2, Wiraga – Wirama.

Pada stage ini, kemampuan berfikir logis-abstrak mulai berkembang sehingga kita bisa menuntun anak untuk secara sadar penuh bertanggung jawab terhadap apa yang mereka lakukan. Ketika anak melakukan kesalahan, maka guru menuntun siswa untuk menemukan sendiri alasan “mengapa tidak diperbolehkan melakukan perbuatan salah tersebut. Setelah berhasil mengajak refleksi sehingga siswa menyadari dan menginsyafi, guru mengajak siswa untuk berperilaku yang baik sebagai kebiasaan yang baik secara sadar.

Upaya mengantar anak menuju hirarki kebutuhan : merdeka tidak bisa lepas dari pemahaman tumbuh kembang anak. Oleh karena itu penting bagi guru untuk memahami stage by stage tahap tumbuh kembang anak.

Mengantar kepada Kemerdekaan

Tugas kita sebagai guru adalah mengantarkan anak untuk mencapai hirarki tertinggi: Merdeka, Bebas mengaktualisasi Diri. Masing-masing anak memiliki latar belakang yang berbeda. Capaian anak dari lima hirarki kebutuhan dasar tersebut tentunya juga berbeda. Oleh karena itu perlakuan dari masing-masing anak untuk mencapai piramida kebutuhan dasar tersebut juga berbeda.

Sanggupkah kita melayani masing-masing murid kita? Secara natural (fast thinking) kita akan merasa berat, need more energy to do it. Akan tetapi, Mari kita aktifkan otak luhur kita untuk tetap “bergerak” menaiki eskalator yang bergerak turun ini. Memang membutuhkan banyak energi untuk bergerak. Masih ingin Bergerak? Semangat!


]} Qolbu Berbisik

qbfot


Sebelum semuanya berlalu ...

Semua yang ada di sini kebanyakan hanya pikiran-pikiran yang ada di otakku, kemudian aku tuangkan. Jadi mungkin banyak yang kurang berkenan dengan pengetahuan, perasaan atau keinginan anda mohon dipermaklumkan.

slide-1_3.jpg
image source : http://www.gusdur.net/

Selamat Jalan Gus Dur

Beribu terima kasih terucap untukmu
Engkau pergi setelah meninggalkan keteladanan hidup yang agung

Tak mudah kami mencatat,
Karena engkau telah menempuh jalan kebangsaan yang panjang
Karena engkau tak pernah henti menyalakan lentera kemanusiaan

Jasadmu boleh sakit dan pergi, tapi ruh dan semangatmu terus hidup bersama kami

Hiduplah dalam damai di kampung kedamaian

Selamat jalan Gus Dur...

Puisi oleh: Kang Yoto-Kang Harto (Bupati-Wabub Bojonegoro) disadur dari Radar Bojonegoro, Jumat 1 Januari 2010).

Coba-coba cari uang online!

]} Tulisanku Semuanya

]} Tamuku

  • 207.098 Pengunjung

Flickr Photos