Nostalgia dan Muhasabah

Sebuah catatan perjalanan liburan

fiz-online

(gambar dijepret dan diedit oleh Fiz-online)

AGENDA liburan maulid Nabi kali ini bukan pengajian atau shalawatan mahalul qiyam, melainkan tour anjangsana ke kota dukun-gresik. Kurang lebih 15 Km ke arah selatan dari kecamatan Bungah yang berada di jalur pantura kabupaten Gresik. Itu juga berarti –kalau perkiraaan Saya tidak jauh meleset- jarak tempuh Saya dari Bojonegoro kurang lebih 110 Km. Bahkan lebih jauh daripada jarak tempuh Saya untuk mudik ke kota Nganjuk.

Semua itu terasa dekat karena memang ada yang memberi kekuatan untuk mengatakan Bojonegoro-dukun lebih dekat daripada Bojonegoro-Nganjuk. Kekuatan itu tidak lain karena empat orang sahabat telah mengeksitasi satu elektron terluar dari kulit hasrat Saya, sehingga letupan energinya mampu mementalkan Saya menuju kota pantura ini. Empat sahabat itu adalah saudara seperjuangan, teman kuliah dulu, yaitu: Fis –online- Ihsani, Dian –bokir- Suryanto, Toni – Jemblung- Wahyudi, dan Rino – Sang Presiden- Kristyarto. Mereka adalah saudara-saudara istimewa yang harus menyisihkan waktu ekstra untuk bisa ngumpul bersama seperti agenda liburan ini.


Dengan letupan energi itu Saya tiba di Dukun ketika para jamaah sholat ashar baru turun dari wirid panjangnya. Dengan aksi TUTUP PINTU, Saya disambut teman-teman dengan wajah yang sumringah. Tampaknya teman-teman sekarang sudah banyak yang kelihatan lebih kopen dibandingkan pada waktu kuliah dulu. Indikator yang paling terlihat adalah kantung mata dan tebalnya pipi. Saya masih ingat dulu waktu kuliah tidak pernah ada yang namanya pipi kelihatan rata. Seringnya ada tonjolan tulang zygomatis yang membantu mempermudah tata letak kacamata agar menutupi disfungsinya hidung sebagai pengganjal. Sekarang keempat-empatnya juga tidak begitu mempunyai kantong mata. Kantong mata di sini bukan berarti indikator tua, tetapi indikator kurang tidur karena banyak lemburan tugas, lemburan jasa pengetikan, atau habis melekan ngopi di JP. Sekarang sudah berbeda. Semua kelihatan sukses, bermanfaat, dan seger. kaya buah pear yang baru keluar dari kulkas. Kuning-bersih (walaupun kadang masih ada bintiknya. Namanya juga buah pear).

***

SETELAH sholat ashar Kami berlima melanjutkan agenda berikutnya yaitu silaturrahim ke rumah Nadi Zuswantoro yang berada di daerah Kecamatan Deket-Lamongan. Nadi adalah pioneer dari kelas Kami untuk urusan tanam-menanam dan cangkul-mencangkul. Bukan urusan sawah, karena di sana sawah berupa tambak ikan, jadi tidak dicangkul. Tanam-menanam dan cangkul mencangkul ini adalah urusan pernikahan, menikah dan kawin. Nadi adalah sang pioneer. Dari 13 pejantan yang ada di kelas Kami dulu, dia adalah First Dating Men yang menyunting seorang nurse yang satu kota-asal dengannya.

Dengan menunggangi kereta barunya Rino yang bermerek KIA, Kami berlima melewati jalan sempit khas daerah tambak. Nyaman juga menunggangi kereta ber-AC. Rasanya bisa dihitung jari berapa kali Saya naik kereta besi bercocor depan-belakang. Sedan. Kalau kereta bercocor depan saja sering. Apalagi yang tidak bercocor, bus, angkot, bemo, truk dll. Perkembangan diantara Kami memang sudah pesat. Tidak hanya tenggelamnya tulang pipi diantara tumpukan otot, tapi kondisi kantong Kami juga mengalami revolusi. Dulu, kalau mau road show keliling kota, Saya pasti nebeng teman-teman karena tidak punya kuda besi. Sekarang Saya sudah punya roda dua, eh … malah Rino sudah punya beroda empat. Memang hidup itu bergerak-bergerak dan harus bergerak. Kalau tidak bergerak akan mati. Dinamis.

Kurang lebih satu jam perjalanan, dengan sambutan gerimis kecil akhirnya Kami sampai di rumah yang Kami tuju.

Bukan anggota ABSI namanya kalau tidak ngocol. Selama di rumah Nadi isinya bercanda, guyon dan guyonan. Bagi Kami, bercanda tidak ada matinya, sampai mulut pegel ketawa. Nostalgia masa-masa kuliah yang manis, asem, asin-semuanya. Dan tetap seperti dulu waktu kuliah, tidak ada yang berubah dari gaya bicaranya Nadi, Sedikit bicara tapi membuat Kami semua tertawa.

Setelah habis sholat magrib berjamaah, akhirnya Nadi me medar-ilmu barunya tentang kehidupan rumah tangga. Motivasi-motivasi agar Kami segera menyusul jejaknya untuk segera qobiltu nikahaha meloncat-loncat keluar dari mulutnya. Kamipun berlima dengan antusias menyimak wejangannya. Kami yakin dia sudah sukses melewati masa perubahan dari bujang luarbiasa menjadi suami siaga. Suami siaga?. Ya, setelah pernikahannya yang berumur 9 bulan telah berhasil menanamkan benih keturunan di rahim istrinya selama 8 bulan. Sehingga SIAGA, siap antar dan jaga (iklan). Beberapa motivasi yang Kami catat dalam otak adalah; 3 keenakan setelah menikah. Ini tentunya versi yang dia jalani sendiri, tidak berdasarkan literatur yang berbahasa inggris ataupun arab, bukan. Sekali lagi ini adalah dari pengalaman pribadi dan dia simpulkan sendiri. Tiga itu adalah :

  1. Setelah menikah ada perasaan berbeda dalam urusan ketenangan batin. Rasanya semakin khusyu’ ketika beribadah dan semakin ringan dalam memikirkan kehidupan. Simple saja hidup ini “just do it!”.
  2. Dari segi finansial, Jalan yang Allah pilihkan itu membawa jalan finansial sendiri-sendiri. Jadi, setelah menikah rezeki (dalam arti uang) semakin lancar. Jam ngajar bertambah, penghasilan pun bertambah. Yang jelas berubah lebih baik daripada sebelum menikah.
  3. Setelah menikah dari segi penyaluran birahi (xixixi… namanya juga ABSI, pembahasannya PASTI tidak akan lupa dan lepas seputar ini!) menurut Dia, semua jadi LANCAR untuk urusan yang satu ini.

Tiga tersebut wejangan dari Sang Pioneer yang tentu saja kesubjektifitasannya tidak bisa diabaikan. Tetapi minimal mampu memberi inspirasi Kami yang belum menikah untuk berpikir “kenapa tidak segera menikah?”. Wal-akhir, sepulang dari Deket, Rino semakin mantap untuk menggandeng pasangannya segera menuju meja Naib KUA. Selamat-selamat!. (yang lain kapan nyusul?…kapan-kapan: koor).

***

YANG namanya nostalgia, pasti yang dibahas adakah peng-ungkit-ungkitan masa lalu untuk kemudian dibandingkan dengan masa sekarang. Setelah dibandingkan kemudian dibahas dan ditarik kesimpulan. Serunya, ketika membahas masa lalu adalah ketidakabsenan tawa-ngakak-senyum-geli karena mengingat semua yang dulu terjadi terasa konyol dan absurd. Dan ironisnya, yang kita tertawakan adalah diri kita sendiri.

Menertawakan diri sendiri atas apa yang telah kita lakukan adalah bentuk muhasabah-introspeksi yang paling sederhana. Secara tidak sadar kita telah mengevaluasi jalan hidup kit ayang telah lalu. Dan untuk itu kita butuh teman agar proses muhasabah itu tidak menyakitkan, tapi malah menyenangkan. Itulah yang sangat Saya sepakati dari setiap ada acara kumpul-kumpul seperti ini. Pembahasan mengenai kehidupan dibumbui dengan acara muhasabah dan dibalut canda nostalgia, sangat menyenangkan.

Ngobrol Kami belum usai, Rino mendapat call dari rumah yang mengabarkan ada 2 orang tamu yang menunggunya di rumah. Tamu itu ternyata adalah 2 orang kakak seperguruan Kami di kampus. Bukan orang lain, yaitu Mas Udin-Muchyiddin-Sang Ahli Falak Muda dan Mas Bramantyo-sang pejuang anti flu burung kepanjangan tangan dari USAID.

To be continue …
Mentaras-Dukun-Gresik, 21 Maret 2008
Muhammad Shobirin Saerodji

3 Tanggapan to “Nostalgia dan Muhasabah”


  1. 1 Fiz 28 Maret, 2008 pukul 7:30 pm

    + Pernah coba naik yang bercocor belakang semisal angguna, pikep, trek???
    + SIAGA = SIap Antar GAjah…… 🙂

  2. 2 rino 31 Maret, 2008 pukul 2:40 am

    apik rin….! pererat terus persahabatn … mbesok-mbesok gantian aq tak muter2…. tak ada yang lebih berarti selain persaudaraan

  3. 3 Fiz 7 April, 2008 pukul 11:38 pm

    Nek wis dike’i sketsa muni opo hayo???? Matur……. (just kidding bro :D). Lhe, deloken bloge Rino, terus link-e nang posting iki tolong diganti. Aq tak ngantor disik……!!!!!


Tinggalkan komentar




]} Qolbu Berbisik

qbfot


Sebelum semuanya berlalu ...

Semua yang ada di sini kebanyakan hanya pikiran-pikiran yang ada di otakku, kemudian aku tuangkan. Jadi mungkin banyak yang kurang berkenan dengan pengetahuan, perasaan atau keinginan anda mohon dipermaklumkan.

slide-1_3.jpg
image source : http://www.gusdur.net/

Selamat Jalan Gus Dur

Beribu terima kasih terucap untukmu
Engkau pergi setelah meninggalkan keteladanan hidup yang agung

Tak mudah kami mencatat,
Karena engkau telah menempuh jalan kebangsaan yang panjang
Karena engkau tak pernah henti menyalakan lentera kemanusiaan

Jasadmu boleh sakit dan pergi, tapi ruh dan semangatmu terus hidup bersama kami

Hiduplah dalam damai di kampung kedamaian

Selamat jalan Gus Dur...

Puisi oleh: Kang Yoto-Kang Harto (Bupati-Wabub Bojonegoro) disadur dari Radar Bojonegoro, Jumat 1 Januari 2010).

Coba-coba cari uang online!

]} Tulisanku Semuanya

]} Tamuku

  • 207.098 Pengunjung

Flickr Photos